Waduh Gawat! Organisasi yang Solid dan Kecukupan Finansial Bikin Radikalisme di RI Tetap Eksis

Minggu, 5 Juni 2022 15:13 WIB

Share
Ilustrasi teroris. (Foto: Ist)
Ilustrasi teroris. (Foto: Ist)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Pengamat Radikalisme dan Terorisme Muhammad AS Hikam menilai radikalisme sudah menjadi ancaman strategis bangsa-bangsa tak hanya Indonesia, tetapi juga dunia. 

Menurut dosen President University itu, intoleransi menjadi sumber utama radikalisme. Ketidaksediaan menerima atau menghormati perbedaan pandangan dan atau keyakinan merupakan akar intoleransi yang bisa menjadi dasar pengembangan aksi-aksi radikalisme. 
 
"Menolak mengakui perbedaan pandangan dengan alasan agama, maka kita sedang menyaksikan intoleransi beragama. Ini sangat sering terjadi baik lintas agama maupun antar agama," kata Hikam di Jakarta, Sabtu (4/6/2022).


Ia juga mendefinisikan radikalisme sebagai sebuah ideologi dan tindakan yang berupaya melakukan perubahan fundamental dalam kehidupan bermasyarakat yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. 
   
Oleh sebab itu, lanjut dia, persoalan radikalisme tidak boleh disepelekan. "Faktanya bahwa radikalisme seperti definisi saya tadi sudah menjadi ancaman strategis baik pada tataran global, regional, dan nasional. Tentu yang paling penting pada tataran nasional," katanya.

Mantan Menristekdikti periode 1999-2001 ini menilai hingga saat ini belum ada tanda-tanda positif bahwa kelompok radikal mengalami penurunan secara kuantitas. Hal ini menunjukkan bahwa radikalisme di Indonesia bukan sekadar isapan jempol belaka.

"Yang justru terjadi adalah berkembangnya ideologi radikal yang terinspirasi dari kelompok jihadi seperti JAD, JAT, dan lain-lain," imbuhnya.
 
Dia juga mengungkap kelompok radikal tetap eksis salah satunya karena manajemen organisasi yang solid serta dukungan finanasial yang cukup. 

"Kelompok radikal memiliki manajemen yang solid, hirarkis dan bersifat rahasia untuk umum dan memiliki jejaring nasional dan internasional. Dan, yang penting termasuk finansial network yang cukup complicated dan cukup bervariasi dan masif," paparnya. 
  


Kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif The Lead Indonesia Universitas Paramadina, Suratno, mengungkapkan dunia internet menjadi tempat penyebaran propaganda kelompok radikal paling efektif. Menurutnya, kelompok konservatif dan ekstremis selama ini memang dikenal sebagai kelompok yang pandai memanfaatkan internet untuk penyebaran propaganda karena background pendidikan mereka yang non agama. 

"Fenomena internet sebagai media propaganda menjadi sangat efektif. Masalahnya, dalam gerakan Islam, kelompok konservatif, ekstremis sangat terkenal mereka andal dalam terknologi. Banyak riset mengatakan kelompok ekstremis cukup efektif menggunakan media. Banyak kelompok konsevatif dan ekstremis background-nya non agama. Jadi mereka melek IT, dsb," katanya. 
 


Sementara itu Ketua PBNU Savic Ali membenarkan fenomena internet yang dimanfaatkan kelompok radikal untuk menyebarkan propaganda mereka. Namun demikian, ia menilai konten-konten tersebut saat ini sudah cukup berimbang seiring dengan kebijakan pemerintah yang membatasi penyebaran konten radikal serta mulai bermunculannya konten-konten moderat sebagai counter atas propaganda radikal. 
 
"Dalam perkembangan beberapa tahun terakhir ada perkembangan yang luar biasa untuk membatasi penyebaran konten. Dulu website di Indonesia banyak sekali yang mendukung ISIS dan kekerasan secara terbuka, tapi sekarang sudah jarang karena ribuan konten sudah di-banned Kominfo," ungkapnya. (Adji)

Reporter: Muhidin
Editor: Muhidin
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar
Berita Terpopuler